Ngabuburit di Taman
Pandawa

1.
Bahasa yang Berkembang di Masyarakat
dengan Ciri-cirinya
Bulan Ramadan ini
sering ditemukan tempat-tempat ramai untuk ngabuburit. Iya, ngabuburit di masyarakat Indonesia tentunya tidak asing. Setiap sore hari di tempat-tempat ramai
dan fasilitas umum selalu ramai dikunjungi masyarakat. Misalnya saja seperti di
Taman Pandawa ini. Taman yang terletak di depan SDN Kresna ini pada hari
biasanya cukup sepi jika sore hari. Namun, pada sore hari di bulan Ramadan taman
ini menjadi begitu ramai.
Taman ini tidak
begitu luas dan lebar yang besar, tetapi cukup untuk beberapa puluh orang
bermain di sana. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan di sana. Berburu makanan
dan minuman takjil tentunya. Selain itu, banyak juga sewaan permainan seperti
motor kecil, becak kecil, odong-odong, dan aneka permainan lainnya yang sudah
pasti menarik minat anak-anak untuk datang ke sana.
Untuk melakukan semua aktivitas yang ada di
sana tentunya masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa
yang berkembang di masyarakat ini cenderung memakai bahasa Sunda. Hal ini
disebabkan karena bahasa pertamanya yaitu Sunda. Sementara itu, untuk bahasa
Indonesia dipakai sebagai bahasa kedua. Selain karena faktor bahasa Sunda
adalah bahasa masyarakat Kota Bandung sebagai tanah Pasundan, kawasan Taman
Pandawa ini masih banyak penduduknya yang asli kota Bandung dan lahir di
Bandung dengan bahasa pertama bahasa Sunda. Maka dari itu, Sunda masih cenderung
lebih banyak digunakan dibandingkan dengan bahasa Indonesia.
Walaupun demikian,
pengertian dan pemahaman akan bahasa Indonesia juga tidak terlalu buruk atau
semuanya hamper fasih. Hanya saja penggunaannya kurang sering karena bahasa
Indonesia lebih cenderung digunakan saat ada penyewa mainan yaitu anak-anak
kecil. Para bapak yang menyewakan motor kecilnya sering lebih ramah kepada anak
kecil yang main. Misalnya menawarkan mau naik atau tidak, mau warna yang mana,
dsb.
2. Analisis
Alih Kode dan Campur Kode
Contoh
Tuturan 1
A: “Bade naek motor de?”
B: “Iya. Berapa?”
A: “5000eun nya?”
B: “Papa, 5000
katanya.”
C: “Sabaraha mang?”
A: “5000 tilu kuir pa.”
C: “Oh nya sok. Ieu artosna.”
Pada tuturan di atas, terjadi alih kode
yaitu dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia. Mungkin saja karena faktor sang
anak diajarkan bahasa Indoesia sebagai bahasa pertama atau B1, namun mang yang menyewakan
terlahir warga Bandung dan bapak dari anak kecil juga terlahir di Bandung atau
tanah pasundan lainnya. Alih kode ini sebenarnya tidak terjadi saat mang-mang
itu berbicara pada anak kecil saja. Banyak juga para orang tua yang berbicara
bahasa Indonesia saat menjawab pertanyaan mangnya. Atau bahkan, mang-mangnya
yang memakai bahasa Indonesia dahulu, tetapi mendapat jawaban bahasa Sunda.
Pada akhirnya, penulis memahami bahwa
baik penggunaan bahasa Sunda ataupun Indonesia masyarakat tetap mengerti makna
dan kaidahnya walaupun tidak sempurna dan bahkan cenderung paham kaidah bahasa
Sunda. Akan tetapi, hal itu tidak menutup kemungkinan pemahaman akan suatu
kaidah bahasa pun tidak dimiliki secara utuh karena bahasa yang berkembang
masih mengalir sejalan dengan kebutuhan komunikasi.
Contoh
Tuturan 2
A: “De, hayu de mau naik motor ga?”
B: “Moal ah mang, uangnya ga cukup.”
A: “Bisa 2000 ko de, sakuir.”
B: “Nggak ah mang.”
C: “A, abi sakuir we yeu uangna.”
A; “Oh nya sok, de. Bisa kan
ngejalaninnya?”
C: “Bisa.”
A: “Sok nanti ade jalan ke ujung sana,
ke balik deui kadieu nya.”
C: “Nya.”
Bahasa yang digunakan pada tuturan di
atas merupakan campur kode antara bahasa Sunda dan Indonesia. Seperti yang
sudah dijelaskan pada uraian-uraian sebelumnya bahwa masyarakat cenderung
menggunakan bahasa Sunda karena merupakan B1. Sementara bahasa Indonesia
menurut penglihatan penulis seringnya digunakan untuk melayani orang lain
artinya orang yang baru bertemu, memulai dengan bahasa Indonesia, dan
sebagainya.
3. Ciri
Khas Bahasa Masyarakat Tertentu
a. Dialek
Berdasarkan objek
yang diteliti atau dilihat bahasanya adalah orang Bandung, maka dialeknya
adalah dialek Bandung. Walaupun pada kenyataannya di Bandung bukan orang
Bandung asli saja. Bisa saja ada pendatang dari berbagai daerah. Misalnya saja,
penulis berasal dari ciamis dan di sekitar tempat kos penulis sering bertemu
dengan orang-orang yang bahkan bukan dari pulau jawa. Misalnya, banyak
mahasiswa dari Papua, NTT, NTB, Jawa, Solo, Medan, Batak, dll yang kuliah di UNNUR.
Masyarakat pendatang ini biasanya menggunakan bahasa Indonesia dengan kami yang
berbahasa Sunda sebagai B1. Walaupun demikian, tetap dialek bahasa daerahnya
terbawa saat berbicara.
Keajadian yang sama
juga terjadi saat masyarakat berkumpul di Taman Pandawa tadi. Mereka yang
memakan bahasa Indonesia atau Sunda yang mungkin berasal dari luar Bandung
tetap memiliki dialek daerahnya masing-masing. Misalnya:
A: “Hei, Bang. Nak
kemana kau?”
B: “Ieu bade pulang
heula.”
A: “Gimana tugasnya
beres ga?”
B: “Ndak tahu, Bang.
Besok saya harus balik dulu ke Solo.”
b. Kata
Kata-kata yang
digunakan masyarakat umumnya adalah kosakata bahasa Indonesia dan bahasa Sunda
yang hampir seimbang. Akan tetapi, kembali lagi pada asal atau latar belakang
masyarakat tersebut. Bisa saja kata-kata yang digunakan itu masih terpengaruh
oleh asalnya. Misalnya penggunaan kata “nggak” atau “tidak” masih kadang-kadang
terpengaruh kata “ora” atau “ndak”.
Kata yang digunakan
juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan sosial ekonomi penutur. Kata yang
digunakan oleh masyarakat sosial ekonomi menengah ke atas biasanya kosakata
bahasa Indonesia yang fasih, sedangkan sosial ekonomi menengah ke bawah
menggunakan bahasa Indonesia yang masih kadang-kadang tercampur dengan bahasa
Sunda. Bahasa Indonesia digunakan pada saat-saat tertentu saja atau acara-acara
formal dan bergantung pada siapa yang sedang diajak bicara.
c. Penggunaan
Bahasa Masyarakat Sesuai dengan Keadaan Tempat Tinggal
Berdasarkan
tempat tinggal adalah wilayah perkotaan yang banyak pertokoannya, gedung
bengkel, pusat perbelanjaan, daerah Padjajaran dari Taman Pandawa hingga Husein
ini kebanyakan menggunakan bahasa Indonesia dan Sunda hampir seimbang. Bisa
dikatakan penggunanya juga sama banyaknya. Hanya saja mungkin kalau di komplek
Husein banyaknya masih bahasa Indonesia yang tercampur bahasa Jawa. Hal ini
dikarenakan banyak TNI yang berasal dari Jawa.