posting

Tuesday, May 28, 2019

Ngabuburit di Taman Pandawa


Ngabuburit di Taman Pandawa


1.      Bahasa yang Berkembang di Masyarakat dengan Ciri-cirinya

       Bulan Ramadan ini sering ditemukan tempat-tempat ramai untuk ngabuburit. Iya, ngabuburit di masyarakat Indonesia tentunya tidak asing. Setiap sore hari di tempat-tempat ramai dan fasilitas umum selalu ramai dikunjungi masyarakat. Misalnya saja seperti di Taman Pandawa ini. Taman yang terletak di depan SDN Kresna ini pada hari biasanya cukup sepi jika sore hari. Namun, pada sore hari di bulan Ramadan taman ini menjadi begitu ramai.
            Taman ini tidak begitu luas dan lebar yang besar, tetapi cukup untuk beberapa puluh orang bermain di sana. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan di sana. Berburu makanan dan minuman takjil tentunya. Selain itu, banyak juga sewaan permainan seperti motor kecil, becak kecil, odong-odong, dan aneka permainan lainnya yang sudah pasti menarik minat anak-anak untuk datang ke sana.
             Untuk melakukan semua aktivitas yang ada di sana tentunya masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa yang berkembang di masyarakat ini cenderung memakai bahasa Sunda. Hal ini disebabkan karena bahasa pertamanya yaitu Sunda. Sementara itu, untuk bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa kedua. Selain karena faktor bahasa Sunda adalah bahasa masyarakat Kota Bandung sebagai tanah Pasundan, kawasan Taman Pandawa ini masih banyak penduduknya yang asli kota Bandung dan lahir di Bandung dengan bahasa pertama bahasa Sunda. Maka dari itu, Sunda masih cenderung lebih banyak digunakan dibandingkan dengan bahasa Indonesia.
Walaupun demikian, pengertian dan pemahaman akan bahasa Indonesia juga tidak terlalu buruk atau semuanya hamper fasih. Hanya saja penggunaannya kurang sering karena bahasa Indonesia lebih cenderung digunakan saat ada penyewa mainan yaitu anak-anak kecil. Para bapak yang menyewakan motor kecilnya sering lebih ramah kepada anak kecil yang main. Misalnya menawarkan mau naik atau tidak, mau warna yang mana, dsb.

2.      Analisis Alih Kode dan Campur Kode
Contoh Tuturan 1
A: “Bade naek motor de?”
B: “Iya. Berapa?”
A: “5000eun nya?”
B: “Papa, 5000 katanya.”
C: “Sabaraha mang?”
A: “5000 tilu kuir pa.”
C: “Oh nya sok. Ieu artosna.”
Pada tuturan di atas, terjadi alih kode yaitu dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia. Mungkin saja karena faktor sang anak diajarkan bahasa Indoesia sebagai bahasa pertama atau B1, namun mang yang menyewakan terlahir warga Bandung dan bapak dari anak kecil juga terlahir di Bandung atau tanah pasundan lainnya. Alih kode ini sebenarnya tidak terjadi saat mang-mang itu berbicara pada anak kecil saja. Banyak juga para orang tua yang berbicara bahasa Indonesia saat menjawab pertanyaan mangnya. Atau bahkan, mang-mangnya yang memakai bahasa Indonesia dahulu, tetapi mendapat jawaban bahasa Sunda.
Pada akhirnya, penulis memahami bahwa baik penggunaan bahasa Sunda ataupun Indonesia masyarakat tetap mengerti makna dan kaidahnya walaupun tidak sempurna dan bahkan cenderung paham kaidah bahasa Sunda. Akan tetapi, hal itu tidak menutup kemungkinan pemahaman akan suatu kaidah bahasa pun tidak dimiliki secara utuh karena bahasa yang berkembang masih mengalir sejalan dengan kebutuhan komunikasi.
Contoh Tuturan 2
A: “De, hayu de mau naik motor ga?”
B: “Moal ah mang, uangnya ga cukup.”
A: “Bisa 2000 ko de, sakuir.”
B: “Nggak ah mang.”
C: “A, abi sakuir we yeu uangna.”
A; “Oh nya sok, de. Bisa kan ngejalaninnya?”
C: “Bisa.”
A: “Sok nanti ade jalan ke ujung sana, ke balik deui kadieu nya.”
C: “Nya.”
Bahasa yang digunakan pada tuturan di atas merupakan campur kode antara bahasa Sunda dan Indonesia. Seperti yang sudah dijelaskan pada uraian-uraian sebelumnya bahwa masyarakat cenderung menggunakan bahasa Sunda karena merupakan B1. Sementara bahasa Indonesia menurut penglihatan penulis seringnya digunakan untuk melayani orang lain artinya orang yang baru bertemu, memulai dengan bahasa Indonesia, dan sebagainya.

3.      Ciri Khas Bahasa Masyarakat Tertentu
a.      Dialek
Berdasarkan objek yang diteliti atau dilihat bahasanya adalah orang Bandung, maka dialeknya adalah dialek Bandung. Walaupun pada kenyataannya di Bandung bukan orang Bandung asli saja. Bisa saja ada pendatang dari berbagai daerah. Misalnya saja, penulis berasal dari ciamis dan di sekitar tempat kos penulis sering bertemu dengan orang-orang yang bahkan bukan dari pulau jawa. Misalnya, banyak mahasiswa dari Papua, NTT, NTB, Jawa, Solo, Medan, Batak, dll yang kuliah di UNNUR. Masyarakat pendatang ini biasanya menggunakan bahasa Indonesia dengan kami yang berbahasa Sunda sebagai B1. Walaupun demikian, tetap dialek bahasa daerahnya terbawa saat berbicara.
Keajadian yang sama juga terjadi saat masyarakat berkumpul di Taman Pandawa tadi. Mereka yang memakan bahasa Indonesia atau Sunda yang mungkin berasal dari luar Bandung tetap memiliki dialek daerahnya masing-masing. Misalnya:
A: “Hei, Bang. Nak kemana kau?”
B: “Ieu bade pulang heula.”

A: “Gimana tugasnya beres ga?”
B: “Ndak tahu, Bang. Besok saya harus balik dulu ke Solo.”

b.      Kata
Kata-kata yang digunakan masyarakat umumnya adalah kosakata bahasa Indonesia dan bahasa Sunda yang hampir seimbang. Akan tetapi, kembali lagi pada asal atau latar belakang masyarakat tersebut. Bisa saja kata-kata yang digunakan itu masih terpengaruh oleh asalnya. Misalnya penggunaan kata “nggak” atau “tidak” masih kadang-kadang terpengaruh kata “ora” atau “ndak”.
Kata yang digunakan juga dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan sosial ekonomi penutur. Kata yang digunakan oleh masyarakat sosial ekonomi menengah ke atas biasanya kosakata bahasa Indonesia yang fasih, sedangkan sosial ekonomi menengah ke bawah menggunakan bahasa Indonesia yang masih kadang-kadang tercampur dengan bahasa Sunda. Bahasa Indonesia digunakan pada saat-saat tertentu saja atau acara-acara formal dan bergantung pada siapa yang sedang diajak bicara.

c.       Penggunaan Bahasa Masyarakat Sesuai dengan Keadaan Tempat Tinggal
Berdasarkan tempat tinggal adalah wilayah perkotaan yang banyak pertokoannya, gedung bengkel, pusat perbelanjaan, daerah Padjajaran dari Taman Pandawa hingga Husein ini kebanyakan menggunakan bahasa Indonesia dan Sunda hampir seimbang. Bisa dikatakan penggunanya juga sama banyaknya. Hanya saja mungkin kalau di komplek Husein banyaknya masih bahasa Indonesia yang tercampur bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan banyak TNI yang berasal dari Jawa.

No comments:

Post a Comment