Pada saat penulis kemarin melakukan
penelitian di SMP Pasundan 2 Bandung secara tidak langsung melihat dan
memperhatikan juga bahasa yang digunakan oleh anak-anak. Siswa SMP yang
tergolong remaja ini rentang usianya tidak akan jauh dari 11-14 tahunan. Pada
masa ini mereka masih berfokus untuk mengenal, mencoba, memahami, dan mengerti
segala sesuatu yang mereka temukan atau dapatkan dari orang tua, tutor, guru,
teman, dan orang baru yang mereka kenal.
Hal yang juga perlu diperhatikan atau
menjadi perhatian penulis waktu itu adalah bahasa yang mereka pergunakan di
kelas, lapangan, berbicara pada teman, guru, dan warga sekolah lainnya. Ada
beberapa perbedaan bahasa yang mereka gunakan yakni dalam hal intonasi, kata
yang digunakan, ragam bahasa, juga mimic muka saat berbicara.
Sebetulnya jika mereka (remaja)
diajarkan bahasa yang baik sesuai tempatnya, mungkin guru tidak akan terlalu
susah atau menggelengkan kepala saat mendengar kata yang aneh dari anak, tetapi
itu hal wajar dan kenyataannya. Setiap anak berasal dari keluarga dan orang tua
yang berbeda, maka guru pun harus mampu memahami dan menasihati anak terkait
bahasa yang digunakannya jika tidak sesuai dengan karakter, nilai, dan norma
yang diharapkan.
Bahasa yang digunakan anak-anak SMP ini
saya ambil sampel di kelas VIII-G. Mereka sudah cukup baik dalam hal berbicara
dengan guru misalnya saat bertanya, berargumen, atau minta tolong. Begitupun
pada teman sekelasnya. Hanya saja mungkin karena keakraban dan kedekatan sesama
teman sudah terjalin erat dan lama, mereka jadi lebih berani, tidak canggung,
tidak kaku. Selain itu, bersama teman bisa saling ejek, saling mengata-ngatai,
menertawakan, dll. Itu merupakan hal yang wajar terjadi pada anak usia SMP. Sekali
lagi, seperti yang sudah dijelaskan pada uraian-uraian sebelumnya, yaitu masih
banyak terjadi alih kode dan campur kode.
Alih kode dan campur kode yang terjadi
ini dikarenakan perbedaan-perbedaan B1 dan B2 yang diterima anak dari orang
tuanya. Maka dari itu, saat belajar di kelas pun kadang-kadang terbawa dengan
mengatakan “Ah, Bu teu ngerti” atau “Apa ai kamu?” atau “Ibu, jadi yang
dikerjain teh yang mana?”. Masih ada unsur-unsur “teh”, “mah”, dan lain-lain
yang merupakan kosakata bahasa Sunda.
No comments:
Post a Comment