Novel “Pertemuan Dua Hati” (Nh.
Dini)
Sinopsis Novel “Pertemuan Dua Hati” (Nh. Dini)
Berikut
adalah sinopsis novel “Pertemuan Dua Hati”.
Pertemuan Dua Hati
(karya : NH. Dini)
Bu suci adalah seorang guru
SD. Hampir 10 tahun mengajar di
Purwodadi. Dia tinggal bersama Suami, 3 orang anaknya, dan uwaknya. Suaminya
bekerja sebagai montir di sebuah perusahaan di
kotanya. Beberapa bulan lalu Suaminya pindah ke Semarang, tepatnya di daerah
Mrican.
Saat masuk ke Sekolah baru di
Semarang, ia menemani anak-anaknya ke Sekolah. Dia juga memperkenalkan diri
kepada Kepala Sekolah. Sebagai Orang Tua
murid juga sebagai guru yang menunggu pengangKatan. Kepala Sekolah pun
memberi penawaran untuk mengajar di Sekolah tersebut.
Anak keduanya sakit panas,
batuk, dan selesma. Bu Suci membawanya ke Dokter Umum. Setelah beberapa hari,
kulitnya ditumbuhi bintik-bintik merah dan terasa gatal. Setelah beberapa hari
batuk, selesma, dan bintik-bintik itu hilang kini anaknya merasa sakit kepala.
Bu Suci membawanya ke Dokter Perusahaan. Dokter memberinya obat dan menyarankan
untuk dibawa ke Rumah Sakit. Setelah lima hari, anak tersebut sehat dan bisa
masuk Sekolah lagi.
Hari pertama Bu Suci
memperkenalkan diri kepada murid-muridnya dan mengabsen kehadiran muridnya.
Hari itu ada 3 anak yang tidak hadir, salah satunya adalah Waskito. Setelah
empat hari mengajar, Waskito belum juga masuk. Bu Suci menanyakan kepada
murid-muridnya tentang ketidakhadiran Waskito. Dari murid-muridnya, dia
mengetahui bahwa teman-temannya tidak menyukai Waskito. Menurut guru-guru yang
pernah mengajar kelas tersebut, mereka menganggap Waskito sebagai murid yang
sukar. Kemarahan didorong oleh hati yang kurang perhatian dari keluarganya.
Bu Suci mengirim surat kepada
Nenek Waskito. Sore hari yang telah ditentukan, Bu Suci mengunjungi Rumah Nenek
Waskito. Dari Neneknya, dia memperoleh banyak informasi tentang Waskito. Bahwa
Waskito pernah dipukul oleh Ayahnya karena dia membolos. Selama berada di Rumah
Orang Tuanya dia tidak pernah di tegur, diberi tahu mana yang baik dan buruk.
Tetapi selama tinggal 1,5 tahun di Rumah Neneknya, Waskito bersikap manis,
sopan, sering mengerjakan tugas rumah, masuk Sekolah secara teratur. Hasilnya
Waskito menjadi murid yang pandai. Rapornya menunjukan kemajuan. Namun, Orang
Tuanya mengambilnya kembali.
Sementara itu, Suami Bu Suci
menyampaikan kertas-kertas hasil pemeriksaan kesehatan anaknya. Menurut Dokter
Perusahaan anak keduanya harus dibawa ke Dokter Syaraf/Neurolog. Berhari-hari
Bu Suci dan anaknya mondar-mandir Rumah Sakit untuk menjalani serangkaian
pemeriksaan anaknya. Hasilnya, ternyata anaknya menderita penyakit
Ayan/Sawan/Epilepsi. Setelah anaknya sembuh, Bu Suci mengunjungi Nenek Waskito untuk
kedua kalinya. Neneknya menceritakan bahwa kini Waskito tinggal bersama
budenya.
Pada suatu hari Waskito masuk
Sekolah. Di hari itu Bu Suci meminta beberapa orang siswanya untuk berpindah
tempat duduk. Ia juga meminta Waskito untuk pindah namun Waskito tidak mau.
Suatu hari Sekolah melaksanakan pelajaran turun ke Lapangan. Guru-guru dan
murid-murid mengunjungi Pabrik Makanan. Terlihat, Waskito aktif bertanya
tentang mesin pembuat makanan. Bu Suci membentuk kelompok-kelompok di Kelasnya.
Setiap kelompok diberi tugas untuk membuat bejana berhubungan. Ternyata hasil
karya kelompok Waskito yang paling sempurna.
Bu Suci memberikan tugas
kelompok membuat Kebun Binatang. Karya kelompok Waskito yang paling bagus.
Selama tiga bulan keadaan tenang, Waskito tidak membuat onar. Pada waktu
istirahat, Waskito mengamuk. Guru-guru mengusulkan agar Waskito dikeluarkan
dari Sekolah. Bu Suci mempertahankan muridnya tersebut. Dia meminta waktu satu
bulan kepada Kepala Sekolah. Kepala Sekolah pun mengabulkan permintaannya.
Sejak kejadian itu, pada waktu
istirahat Bu Suci lebih sering berada di Kelas. Bu Suci pun mengobrol Waskito.
Bu Suci merasa lebih deKat dengan muridnya tersebut. Rapor Waskito berikutnya
berisi angka-angka yang baik. Waskito tidak pernah mengacau seperti yang
dilakukan tempo hari. Bu Suci pun menepati janjinya untuk mengajak Waskito
memancing. Waskito ikut memancing sepuas hatinya di Purwodadi bersama keluarga
Bu Suci. Pada akhir tahun pelajaran, Waskito naik kelas. Budenya datang ke
Sekolah berterimakasih kepada Kepala Sekolah, guru-guru terutama kepada Bu
Suci. Atas keuletannya, Waskito menjadi murid yang lebih dari biasa (pandai).
Unsur-Unsur Intrinsik Novel “Pertemuan Dua Hati” (Karya:
NH.Dini)
Unsur-unsur
intrinsik yang terdapat dalam novel “Pertemuan Dua Hati” (Karya: NH.Dini) adalah
sebagai berikut.
a)
Tema:
Tema yang terdapat dalam Novel “Pertemuan
Dua Hati” (Karya: NH.Dini) adalah mengenai kehidupan sosial. Temanya yaitu
“Seorang Guru yang Giat dan Tekun dalam Mengajar Anak Didiknya.”
b)
Tokoh:
Dalam Novel “Pertemuan Dua
Hati” (Karya: NH.Dini) terdapat beberapa tokoh atau pemain yang terlibat
dalam alur ceritanya. Tokoh-tokohnya adalah sebagai berikut.
1)
Bu
Suci;
2)
Suami
Bu Suci;
3)
3
orang anak Bu Suci;
4)
Uwaknya
Bu Suci;
5)
Kepala
Sekolah;
6)
Dokter;
7)
Murid-murid
SD Semarang;
8)
Waskito;
9)
Guru-guru
SD Semarang;
10)
Nenek
Waskito;
11)
Bude
Waskito; dan
12)
Orang
tua Waskito.
Itulah nama beberapa tokoh yang
terlibat dalam novel “Pertemuan Dua Hati” (Karya: NH.Dini).
c)
Penokohan / perwatakan:
Para tokoh dalam novel “Pertemuan Dua Hati” (Karya:
NH.Dini) ini memiliki beberapa karakter atau watak. Berikut akan dijelaskan
mengenai karakter para tokoh tersebut.
1)
Bu Suci: (protagonis)
baik, penyayang, tanggung jawab, tekun, penurut kepada suami, penyabar, peduli
terhadap keluarga, peduli terhadap anak didiknya, dan profesional dalam
pekerjaannya.
2)
Suami Bu Suci:
(protagonis) tanggung jawab, rajin, pengertian terhadap keluarga, dan penuh
perhatian kepada isteri dan anak-anaknya.
3)
3 orang anak Bu Suci:
Anak ke-1
perempuan: lemah lembut dan pengertian.
Anak ke-2
laki-laki: diceritakan mengidap penyakit ayan, penyabar dan tabah.
Anak ke-3
perempuan: diceritakan masih balita.
4)
Uwaknya Bu Suci:
sabar dan penuh kasih sayang.
5)
Kepala Sekolah:
(protagonis) baik, ramah, bijaksana, tegas, berwibawa, toleran, dan pengertian.
6)
Dokter: baik, ramah,
dan profesional dalam bekerja.
7)
Murid-murid SD Semarang: baik dan patuh terhadap guru.
8)
Waskito:
(antagonis, menjadi protagonis di akhir cerita). Nakal, sering membolos, suka
mengacau di kelas, suka memukuli teman-temannya, sering mengamuk/memberontak,
keras, pendiam, dan sulit bergaul, serta kurang perhatian dan bimbingan dari
orang tuanya.
9)
Guru-guru SD Semarang:
baik, tetapi kebanyakan kurang peduli dan kurang peka terhadap anak didiknya.
10)
Nenek Waskito:
penyabar dan ramah.
11)
Bude Waskito:
(protagonis) baik, ramah, dan perhatian pada anak.
12)
Orang tua Waskito:
(antagonis) kurang peduli terhadap anaknya, suka memukuli anaknya, kurang
perhatian, dan tidak mendidik anak dengan baik.
d)
Alur/Plot (jalan cerita):
1)
Pengenalan
Bu suci adalah seorang guru
SD. Hampir 10 tahun mengajar di
Purwodadi. Dia tinggal bersama Suami, 3 orang anaknya, dan uwaknya. Suaminya
bekerja sebagai montir di sebuah perusahaan di
kotanya. Beberapa bulan lalu Suaminya pindah ke Semarang, tepatnya di daerah
Mrican.
2)
Munculnya Konflik
Anak keduanya sakit panas,
batuk, dan selesma. Bu Suci membawanya ke Dokter Umum. Setelah beberapa hari,
kulitnya ditumbuhi bintik-bintik merah dan terasa gatal. Setelah beberapa hari
batuk, selesma, dan bintik-bintik itu hilang kini anaknya merasa sakit kepala.
Bu Suci membawanya ke Dokter Perusahaan. Dokter memberinya obat dan menyarankan
untuk dibawa ke Rumah Sakit. Setelah lima hari, anak tersebut sehat dan bisa
masuk Sekolah lagi.
Setelah ada masalah di rumahnya
karena anaknya yang sakit itu, ditambah lagi masalah disekolah tempat ia
mengajar. Hari pertama Bu Suci memperkenalkan diri kepada murid-muridnya dan
mengabsen kehadiran muridnya. Hari itu ada 3 anak yang tidak hadir, salah
satunya adalah Waskito. Setelah empat hari mengajar, Waskito belum juga masuk.
Bu Suci menanyakan kepada murid-muridnya tentang ketidakhadiran Waskito. Dari
murid-muridnya, dia mengetahui bahwa teman-temannya tidak menyukai Waskito.
Menurut guru-guru yang pernah mengajar kelas tersebut, mereka menganggap
Waskito sebagai murid yang sukar. Kemarahan didorong oleh hati yang kurang
perhatian dari keluarganya.
Bu suci mendapat tugas yang
berat tentunya dengan dihadapkan oleh masalah menangani anak didiknya yang
sedikit sukar itu.
3)
Komplikasi (Konflik Memuncak)
Menurut Dokter Perusahaan anak
keduanya harus dibawa ke Dokter Syaraf/Neurolog. Berhari-hari Bu Suci dan
anaknya mondar-mandir Rumah Sakit untuk menjalani serangkaian pemeriksaan
anaknya. Hasilnya, ternyata anaknya menderita penyakit Ayan/Sawan/Epilepsi.
4)
Klimaks
Pada waktu istirahat, Waskito
mengamuk. Guru-guru mengusulkan agar Waskito dikeluarkan dari Sekolah. Kepala
Sekolah pun mengabulkan permintaannya.
5)
Resolusi Atau Penyelesaian Masalah
Sejak kejadian itu, pada waktu istirahat Bu Suci lebih
sering berada di Kelas. Bu Suci pun mengobrol Waskito. Bu Suci merasa lebih
deKat dengan muridnya tersebut. Rapor Waskito berikutnya berisi angka-angka
yang baik. Waskito tidak pernah mengacau seperti yang dilakukan tempo hari. Bu
Suci pun menepati janjinya untuk mengajak Waskito memancing. Waskito ikut
memancing sepuas hatinya di Purwodadi bersama keluarga Bu Suci. Pada akhir
tahun pelajaran, Waskito naik kelas. Budenya datang ke Sekolah berterimakasih
kepada Kepala Sekolah, guru-guru terutama kepada Bu Suci. Atas keuletannya,
Waskito menjadi murid yang lebih dari biasa (pandai).
e)
Sudut pandang:
Novel “Pertemuan Dua Hati”
(Karya: NH.Dini) termasuk ke dalam sudut pandang orang petama. Ini dapat
dilihat dari cara pengarang menggunakan penyebutan tokoh utama “aku” (sebagai
aku-an) di dalam novel.
f)
Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang dipakai dalam novel “Pertemuan Dua
Hati” (Karya: NH.Dini) adalah gaya bahasa langsung, yaitu pengarang
menceritakan semua peristiwa secara langsung. Gaya bahasa yang terdapat dalam
novel ini di antaranya adalah gaya bahasa hiperbola dan metonimia.
Gaya bahasa hiperbola (misalnya:
tercekik oleh keharuan, .......... pastilah mulutku akan terloncat cerita
peristiwa dikelas kehadapan rekan-rekanku).
Gaya bahasa metonimia (misalnya:
dalam Kata “membuka hati”.
g)
Latar:
1)
Tempat: Rumah Bu
Suci, Sekolah Dasar di Kota Semarang, Purwodadi, Perusahaan, Kota Semarang,
Mrican, Ruang Dokter, Ruang Kelas, Rumah Nenek Waskito, Rumah Orang tua
Waskito, Rumah Bude Waskito, Rumah Sakit Syaraf, Lapangan Sekolah, dan Pabrik
Makanan.
2)
Waktu: pagi, siang,
sore, dan malam hari.
3)
Suasana:
sabar, prihatin, kesal, bingung, marah, sedih, kacau, dan pada akhir cerita
semua senang dan bahagia karena Waskito telah menjadi anak yang baik dan pandai
berKat usaha dan keuletan Bu Suci dalam mengajar dan mendidik Waskito.
h)
Amanat:
Novel “Pertemuan Dua Hati”
(Karya: NH.Dini) ini memiliki berbagai pesan yang terkandung didalamnya,
pesan atau amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam novel ini adalah
sebagai berikut.
1)
Hendaklah
bersabar dan tabah dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan cobaan;
2)
Jangan
pernah menganggap remeh seseorang;
3)
Jangan
pernah melihat seseorang dari sisi buruknya saja;
4)
Rajin
dan tekunlah dalam belajar
5)
Bekerjalah
secara profesional;
6)
Jadilah
orang tua yang selalu peduli kepada anak-anaknya;
7)
Berikanlah
perhatian yang baik terhadap keluarga; dan
8)
Jadilah seorang Guru yang selalu sabar dalam
mendidik anak didiknya.
Unsur-Unsur Ekstrinsik Novel “Pertemuan Dua Hati” (Karya:
NH.Dini)
a)
Identitas Novel
Judul :
Pertemuan Dua Hati
Pengarang : N.H.Dini
Penerbit
: PT. Gramedia Pustaka Utama
Warna Cover : Hijau
Tebal Buku : 85 halaman
b)
Biografi Pengarang
Pengarang novel ini bernama
Nurhayati Sri Hardini Siti NuKatin (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 29 Februari
1936) atau lebih dikenal dengan nama N.H. Dini. Beliau adalah Sastrawati dan
Novelis di Indonesia.
N.H. Dini dilahirkan dari
pasangan Saljowidjojo dan Kusaminah. Ia anak bungsu dari lima bersaudara. Ulang
tahunnya dirayakan setiap empat tahu sekali. Masa kecilnya penuh larangan.
Konon, ia masih berdarah Bugis. Beliau mengaku mulai tertarik menulis sejak
kelas tiga SD. Buku-buku pelajarannya penuh dengan tulisan yang mengungkapkan
pikiran dan perasaannya. Ia sendiri mengakui bahwa tulisannya itu adalah
pelampiasan hati.
c)
Nilai-Nilai yang Terkandung
Nilai Moral
(sikap dan perilaku)
Nilai moral pada novel “Pertemuan Dua
Hati” (Karya: NH.Dini) terdapat pada halaman 32 alinea 1 yang isinya “...
kami semua sepaKat bahwa anak-anak tumbuh tidak hanya memerlukan makanan,
mereka juga membutuhkan kemesraan, menginginkan perhatian, rasa cinta kepada
mereka yang diperlihatkan, menanamkan benih kekuatan tersendiri........”.
Nilai Sosial
Hubungan antara seorang guru dengan anak
didiknya adalah tidak hanya sebatas memberikan pelajaran dikelas melalui sistem
program kurikulum, melainkan seorang guru harus lebih deKat dan penuh kasih
sayang tehadap semua anak didknya. Agar dapat melahirkan generasi penerus yang
dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Nilai
Religius
semua yang terjadi dalam hidup ini
adalah kehendak Allah SWT. Manusia hanya mampu berusaha dan berdoa untuk dapat
menjalankannya dengan baik dan lancar sesuai rencana.
Kisah Bu Suci ini adalah sebuah contoh
bilamana kita mendapatkan suatu masalah atau cobaan dalam hidup ini, kita harus
tetap semangat dalam menjalaninya dan terus berusaha untuk memecahkan masalah
dengan cara sabar dan tabah serta terus berdoa pada yang Mahakuasa.
No comments:
Post a Comment