posting

Thursday, January 14, 2016

Analisis Unsur-unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Drama Majalah Dinding

 Analisis Drama
Drama “Majalah Dinding” (Bakdi Soemanto)
 Sinopsis Drama “Majalah Dinding” (Bakdi Soemanto)

“Majalah Dinding”
(Bakdi Soemanto)
                Suatu pagi di ruang kelas ada seorang siswa yang sedang duduk di atas meja. Siswa itu namanya Anton. Ia adalah pemimpin redaksi majalah dinding. Disana dia ditemani Rini, sekretaris redaksi, yang sedang duduk di kursi. 
                Pada waktu itu hari Minggu, pagi-pagi sekali Anton buru-buru pergi ke sekolah karena mendengar berita dari Wilar, wakil pemimpin redaksi sekolah, bahwa majalah dinding itu di bredel oleh kepala sekolah gara-gara Trisno mengejek Pak Kusno, guru karate.
                Seorang siswa lainnya, Kardi sedang membaca buku. Ia adalah eseis yang suka menuliskan karangannya di majalah dinding sekolah. Lalu, Anton meminta tolong pada Kardi untuk membantunya menyusun surat protes kepada kepala sekolah. Tetapi, Rini merasa kalau protes tak ada gunanya, karena kepala sekolah itu berlagak penguasa. Sedangkan, menurut Kardi tindakan kepala sekolah seperti itu adalah mendidik. Bagi Anton, mendidik itu bukan begitu caranya.  Rini pun berpendapat kalau lebih baik mereka protes diam dengan cara mogok kerja sebagai staf redaksi. Anton sebagai pemimpin redaksi masih memikirkan nasib anggotanya yaitu Trisno. Trisno masih dalam bahaya karena karikaturis redaksi itu bisa celaka akibat ulahnya tersebut. Pemimpin redaksi itu pun bingung bagaimana cara menyelesaikan masalah ini. Mereka semua pun memikirkan bagaimana caranya dengan terus berdiskusi. Mulai dari usulan untuk melakukan front terbuka, tetapi takut orang luar tahu dan sekolah menjadi cemar. Usulan untuk melakukan main gerilya, tetapi takut kalah. Mereka juga merasa bingung karena berhadapan dengan orang tuanya sendiri sebagai kepala sekolah.
                Tiba-tiba Trisno datang dengan nafas terengah-engah. Peluhnya berleleran. Lalu, semua orang menyemprot Trisno dengan berbagai pertanyaan. Setelah itu, Trisno pun menjelaskan bahwa ia telah dipanggil oleh kepala sekolah ke rumahnya. Dia pun menjelaskan kalau dia didesak oleh kepala sekolah soal majalah dinding itu dan mengatakan kalau semuanya adalah ide dirinya sendiri. Lalu dia pun mengatakan bahwa tanpa sepengetahuan Anton dia memasang karikatur itu, dan sepenuhnya tanggung jawab dirinya.
                Tiba-tiba Anton marah, dia merasa tersinggung oleh sikap Trisno. Seharusnya Antonlah yang mesti di undang dan sebagai penanggung jawabnya. Tetapi pada dasarnya Trisno hanya ingin melindungi Anton sebagai pemimpin redaksi karena itu semua kesalahannya. Tetapi Anton malah memarahi Trisno dan menganggapnya hendak berlagak pahlawan lalu Trisno pun pergi meninggalkan kelas. Setelah itu, Wilar datang. Dengan cepat Rini menanyakan kepada Wilar apakah Pak Lukas mau menolong mereka dalam masalah ini. Wilar pun menjawab kalau Pak Lukas mau menolong mereka. Wilar lanjut menjelaskan bahwa Pak Lukas sebagai wali kelasnya akan ikut bertanggungjawab atas perbuatan Trisno terhadap Pak Kusno. Tetapi, dengan syarat bahwa mereka tidak boleh bertindak sendiri. Lalu Pak Lukas menyatakan kalau dia yang akan maju ke Bapak Kepala Sekolah.  Pak Lukas pun tahu kalau Pak Kusno memang kurang beres. Tetapi, kalau mereka bertindak sendiri-sendiri, maka akan dilaporkannya ke Polisi.
                Setelah kejadian itu, mereka merenungkan bahwa Pak Lukas, wali kelasnya memang guru sejati, karena sudah mau melibatkan dirinya dengan problem anak-anaknya. Rini pun merasa kalau Pak Lukas seperti bapaknya sendiri. Pak Lukas seorang bapak yang melindungi dan sifatnya lembut seperti seorang Ibu. Pak Lukas memang penyelamat anggota staf redaksi saat itu. Mereka pun menyimpulkan kalau kreativitas ternyata membutuhkan perlindungan.

Analisis Unsur-unsur Intrinsik Drama “Majalah Dinding” (Bakdi Soemanto)
a)      Tema
                Tema yang diangkat dalam cerita drama ini adalah mengenai anggota staf redaksi majalah dinding yang berusaha menyelesaikan masalah pembredelan mading yang dilakukan oleh Kepala Sekolah, karena sikap salah satu anggotanya, Trisno, seorang karikaturis telah mengejek Pak Kusno, guru karate. Temanya : diskusi para anggota staf redaksi dalam penyelesaian masalah pembredelan mading.
b)      Alur
                Alur cerita drama ini adalah alur maju karena diawali dengan Anton, pemimpin redaksi yang bingung karena masalah pembredelan mading oleh Kepala Sekolah. Hingga akhirnya semua anggota staf redaksi pun berembug untuk menyelesaikan masalah tersebut. Lalu, mereka pun mendapatkan solusi dengan Pak Lukas, wali kelasnya yang akan membantu turun tangan dalam masalah ini dan akhirnya masalah pembredelan pun selesai. Selanjutnya, mereka merenungkan kalau ternyata kreativitas itu membutuhkan perlindungan.
c)       Tokoh
1)      Anton; pemimpin redaksi, kurang memperhatikan pada kinerja anggota stafnya sehingga terjadi masalah pembredelan oleh kepala sekolah, orang yang gampang emosi terhadap suatu hal yang kurang berkenan di hatinya, menyalahkan orang tanpa mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu, tetapi pada akhirnya ia menyadari semua salahnya dalam menyikapi masalah dengan mencoba merenungkan semuanya sehingga solusi pun didapat dan masalah menjadi selesai.
2)      Rini; sekretaris redaksi, setia menemani anggota staf dalam masalah, mencoba membantu mencari jalan keluar dalam masalah itu.
3)      Kardi; eseis atau karikaturis yang tulisannya mulai dikenal lewat majalah dinding, seseorang yang bijak dalam menyikapi masalah karena ia selalu berpikiran baik terhadap orang walau tindakannya kurang menyenangkan, dia orang yang cerdik dan cerdas dalam mencari solusi, seorang penasihat yang baik pada teman-temannya, dia juga orang yang sering di katakan filsuf oleh teman-temannya karena ucapannya yang selalu bijak.
4)      Trisno; seorang karikaturis majalah dinding yang mengejek Pak Kusno, biang semua masalah dalam cerita drama ini, tetapi Trisno orang yang mau bertanggungjawab atas semua kesalahannya walau tak dihargai oleh pemimpin redaksinya, dia berani mengambil resiko apapun atas kesalahan yang ia perbuat.
5)      Wilar; wakil pemimpin redaksi, orang yang mau membantu staf anggota redaksi dalam menyelesaikan masalah dengan meminta bantuan pada wali kelasnya.
6)      Pak Kusno; guru karate yang sikapnya kurang beres.
7)      Pak Lukas; guru wali kelas yang mau melibatkan dirinya dalam masalah anak-anak didiknya dan seseorang yang ikut bertanggungjawab dalam penyelesaian masalah anaknya, dia juga guru sejati yang melindungi, sifatnya lembut keibuan, dan seorang penyelamat bagi anggota staf redaksi saat itu.
d)      Latar
Latar tempat;
                    ruang kelas dan rumah Pak Kepala Sekolah.
Latar waktu;
    hari Minggu dan pagi hari.
 Latar suasana;
    Suasana pada saat itu adalah kaget karena pemimpin redaksi mendapat berita pembredelan mading oleh kepala sekolah karena salah satu anggotanya Trisno mengejek Pak Kusno, sebagai guru karate. Semua anggota menjadi bingung bagaimana menyelesaikan masalah itu. Lalu, berubah menjadi tegang karena Anton, pemimpin redaksi itu marah kepada Trisno atas sikapnya. Tetapi, keadaan menjadi tenang kembali dan mereka semua pun mendapatkan solusi dari masalah tersebut dengan datangnya Wilar yang membawa kabar kalau Pak Lukas mau membantu mereka menghadap ke Kepala Sekolah untu membicarakan hal tersebut.
e)      Amanat
1)      Jangan menyelesaikan masalah dengan emosi;
2)      Hargailah keputusan orang lain;
3)      Ingatlah bahwa kreativitas itu membutuhkan perlindungan.

 Analisis Unsur-unsur Ekstrinsik Drama “Majalah Dinding” (Bakdi Soemanto)
a)      Latar Belakang Pengarang
-
b)      Nilai-Nilai Yang Terkandung
Nilai sosial:
    Cerita ini mengajarkan untuk bersikap hormat pada guru sekalipun guru itu memang kurang beres dalam arti bisa saja menyebalkan atau hal apapun, karena tetap saja beliau itu guru kita. Sebaiknya kita berbicara baik-baik padanya dan mengingatkan kepadanya kalau sikapnya kurang berkenan.
    Cerita ini mengajarkan untuk menghormati tindakan orang lain, berprasangka baik terhadap tindakan orang lain, karena sebetulnya mungkin itu memberikan pelajaran atau pendidikan terhadap diri kita.
Nilai moral:

    Cerita ini mengajarkan untuk dapat tenang dalam  menghadapi suatu masalah dan bersikaplah  dengan bijak bukan dengan penuh emosi yang dilakukan oleh tokoh Anton. Dalam cerita ini juga kita dianjurkan sebaiknya bermusyawarahlah dalam penyelesaian masalah. 

6 comments:

  1. Assalamualaikum. Kak, cara dapetin naskahnya gimana ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. 1. Anton : Kardi.

      2. Kardi : Ya!

      3. Anton : Kau ada waktu nanti sore?

      4. Kardi : Ada apa sih?

      5. Anton : Aku perlu bantuanmu menyusun surat protes itu.

      6. Rini : Kurasa tak ada gunanya kita protes. Kita sudah kalah. Bagi kita, Kepala Sekolah bukan guru lagi. Bukan pendidik. Ia berlagak penguasa.

      7. Kardi : Itu tafsiranmu, Rin. Menurutku dia tindakannya itu mendidik.

      8. Anton : Mendidik, tetapi mendidik pemberontak. Bukan mendidik anak-anaknya sendiri. Gila.

      9. Kardi : Masak begitu?

      10. Anton : Kalau mendidik anaknya kan bukan begitu caranya.

      11. Kardi : Tentu saja tidak. Ia bertindak dengan caranya sendiri.

      12. Rini : Sudahlah. Kalau kalian menurut aku, sebaiknya kita protes diam. Kita mogok. Nanti, kalau sekolah tutup tahun, kita semua diam. Mau apa Pak Kepala Sekolah itu, kalau kita diam. Tenaga inti masuk staf redaksi semua.

      13. Anton : Tapi masih ada satu bahaya.

      14. Rini : Bahaya?

      15. Kardi : Nasib Trisno, karikaturis kita itu?

      16. Anton : Bisa jadi dia akan celaka.

      17. Rini : Lalu

      18. Anton : Kita harus selesaikan masalah ini

      19. Rini : Caranya?

      20. Anton : Kita harus buka front terbuka.

      21. Kardi : Itu nggak taktis, Bung!

      22. Anton : Habis, kalau main gerilya kita kalah.

      23. Kardi : Baik. Tapi front terbuka juga berbahaya.

      24. Rini : Orang luar bisa itu. Sekolah cemar.

      25. Kardi : Betul!

      26. Anton : Aoakah sudah tak ada jalan keluar lagi? Kita mati kutu?

      27. Kardi : Ada, tapi jangan grasa-grusu. Kita harus ingat, ini bukan perlawanan melawan musuh. Kita berhadapan dengan orang tua kita sendiri. Jadi jangan asal membakar rumah, kalau marah.

      28. Anton : Baik, filsuf! Apa rencanamu?

      29. Trisno masuk. Nafasnya terengah-engah. Peluhnya berleleran.

      30. Rini : Kau dari mana, Tris?

      31. Anton : Dari rumah Pak Kepala Sekolah?

      32. Kardi : Dari rumah Kepala Sekolah dan kau dimarahi?

      33. Trisno : Huuuuuhhhh. Disemprot ludah pagi hari bacin.

      34. Rini : Ngapain ke sana? Kan tidak dipanggil?

      35. Anton : Kau goblog, Tris! Masak pagi-pagi ke sana.

      36. Kardi : Sebaiknya kau nggak ke sana sebelum berembug dengan kita.

      Delete
  2. Pesan yg terkandung dalam drama ini g ada kak?
    Sama garis besar cerita drama tradisional?

    ReplyDelete
  3. Kak bisa tolong sebutkan konflik nya?? 🙏🏼🙏🏼

    ReplyDelete
  4. Kak minta tolong konteks dan deskripsi nya bagian mna?

    ReplyDelete